Sunday, December 31, 2017

Kebodohan atau Pertimbangan


Hampir enam bulan lebih blog ini terbengkalai. entah aku yang malas atau memang sudah jalannya seperti ini, dari yang berdomain azwaraffrian.com kembali lagi ke domain blogspot.com. Setelah aku lulus dari SMK aku sibuk menyiapkan berbagai macam portofolio untuk masuk di dunia perkuliahan, and now i'm student at Indonesian Institute of Art Yogyakarta, salah satu dari sekian banyak impian yang sudah tercapai.

Selama satu semester ini aku belajar banyak sekali tentang dunia kesenian khususnya bidang perfilmaan. Aku bertemu orang-orang hebat dari seluruh Indonesia, aku menjumpai orang-orang yang hanya bisa kulihat di bioskop dan televisi. Dulunya lagi ketika aku SMK, akun instagramku lumayan produktif mengupload video-video lucu gak jelas karena aku ingin terkenal, namun sekarang its done.

Semenjak aku mengenal orang-orang dengan prinsip hidupnya masing, aku mulai merefleksi kembali apa yang sudah aku perbuat, apakah aku menikmatinya?, apakah aku munafik dengan diriku sendiri?, ternyata iya, aku memunafikan diriku sendiri.

Aku terlalu mengejar popularitas tanpa mengedapankan esensi kenikmatan dalam berkarya. ini semua aku dapatkan dari bangku perkuliahan yang luar biasa. setelah refleksi panjang selama enam bulan terakhir ini, aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu produktif dan terus menikmati hidup dalam segala bentuknya.

Azwar, 18 Tahun

Monday, June 12, 2017

Realitas Bukber dan Madesu (Masa Depan Suram)



Setelah lulus SMK, aku dirumah benar-benar menganggur, tidak ada yang aku lakukan selain makan , tidur, bangun, Bab, dan tidur lagi. Tapi tak apalah jadi pengguran, yang penting kan nggak kriminal. Orang miskin kan udah dijamin negara dalam amanat UUD.

Hari ini 12 Juni 2017, semua anggota cabe-cabean dari kelas Multimedia angkatanku mengadakan Buka Bersama dalam rangka menghabiskan uang kas kelas yang sengketa juga sebagai ajang kangen-kangenan. Di sebuah rumah makan di perempatan jalan pemuda Jepara, ada pemandangan mengenaskan namun sungguh eman-eman kalau tidak dinikmati. Ada pasangan muda mudi yang sedang Bukber di samping rombonganku, keduanya asik memegang hp tanpa saling tegur sapa, iki niat bukber tah hanya ingin sekedar eksis di social media. Pakaian si ceweknya sungguh menggoda untuk dinikmati, dengan atasan dan bawahan sama ketatnya menimbulkan efek benjolan dan lekukan yang sungguh indah. Syahwat ini ditantang dengan karya Tuhan.

Semua mata laki-laki tertuju padanya, mataku mulai mendikte dari atas ke bawah dan kadang-kadang harus berhenti ditengah-tengah dua gunungnya. Hadehhhh, pahala puasaku sore itu ditukar dengan tontonan kelas bawah. Momentum Ramadhan yang seharusnya lebih mendekatkan diri nampaknya belum bisa ditangkap dengan baik. Si cewek mungkin berpikir “ih mata lelaki kok jelalatan ya” padahal penyebab utamanya adalah dia sendiri. Dasar cewek!!!!, dia yang mancing nafsu eh dia juga yang merasa terganggu dengan kenafsuan laki-laki.

Setelah bukber dengan penuh syahwat, kami meneruskan bersilaturahim ke rumah mami besar Ibu Desy Purliyanti S.Kom. Di rumah beliau juga diadakan diskusi singkat mengenai langkah apa yang harus kami ambil ditengah masyarakat yang hedonisme. Wejangan pertama beliau berbunyi “Entah setelah ini kamu kuliah atau bekerja, kunci utamanya adalah kejujuran”. Aku langsung mengangkat tangan dan berseru “Orang jujur tidak akan lama tinggal di Indonesia bu”. Bu  Desy tersenyum ramah lalu meneruskan wejangannya “Kamu benar itu, namun itu adalah prinsip orang bodoh. Ada dua pilihan jika lingkungamu tidak mendukung. Pertama, kamu dengan sekuat tenaga merubah lingkunganmu atau yang kedua adalah keluar dari lingkunganmu. Kalau ilmumu belum cukup, jangan berani mengubah lingkungan, karena akan sia-sia. Maka keluarlah dari lingkunganmu untuk mencari ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya lalu kembailah ke pilihan pertama, yaitu mengubah lingkungan”. Dan aku hanya mangut-mangut dan ber-ohhh.









Azwar, 17 Tahun.





Sunday, June 11, 2017

Hidup Sesungguhnya adalah Dagelan


Entah hari ke berapa setelah ibuku dinyatakan membaik. Beliau dipindahkan dari ruang Intensive Care Unit (ICU) ke ruang kelas 1 Musdalifah. Berhari-hari di rumah sakit aku sudah akrab dengan bau obat-obatan juga kesengsaraan hidup. Aku lebih segan dengan menyebutnya “Universitas Kehidupan”.

Setiap malam ibu dijenguk saudara, tetangga juga teman-temannya, beragam cara bersimpati ditunjukan. Ada yang mendoakan, memberikan buah, juga memberi “amplop”. Sebenarnya bapaku sudah melarang orang yang menjenguk ibu memberi amplop dengan alesan lebih baik uang itu digunakan untuk yang lain karena perawatan ibu sudah tercover BPJS.

Suatu malam kakak perempuan ibuku datang bersama Pak Dhe, seperti sudah menjadi adat, Pak Dhe langsung saja dijagongi bapaku untuk tahu kondisi ibu. Mau tidak mau aku harus terlibat dalam jagongan orang tua ini.

Sekitar pukul 10 malam di ruang musdalifah no 1.14 aku mendapat pembelajaran hidup yang luar biasa. Ibuku bersama saudaranya sedang curhat diranjang, aku, bapak dan Pak Dhe di sofa tunggu mulai meninggalkan topik peyakit ibu dan beralih ke topik pendidikan. Ibu dari ranjang langsung nerabung ikut nerocos membahas kuliahku.

ndee yo butuh duet akeh kang sehabis lebaran ini” ibuku sedikit mengangkat kepalanya dari ranjang.
Kabeh yo ngko ono dalane mbak, ojo sek mbok pikir mbak malah tambah down kondisimu” Pak Dhe menyahuti ibu sambil bergurau. Watak Pak Dhe ini sangat santai dan suka bercanda, Pak Dhe dikaruniai satu anak perempuan yang sekarang ini menempuh strata satu di UMS mengambil Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. “Pak Pri (Bapaku) yo PNS, setiap bulan kan pasti ada pemasukan” gurau Pak Dhe.

Pak Dhe adalah seorang sopir serabutan dengan pendapatan yang tidak pasti dan tidak bisa diharapkan. Tapi bersama Istrinya beliau dengan modal nekat menyokolahkan anaknya sampai setinggi mungkin. Masalah biaya menurutnya adalah urusan Tuhan. Karena dalam janji Nya setiap anak yang dilahirkan di dunia sudah digariskan dalan rejekine. Ketika ditanya bapaku berapa biaya per semester anaknya, Pak Dhe santai menjawab “nek dipikir yo rak kebayar, tapi pol saiki yo mulo durong drop out, Gusti iku kurang teliti nek masalah itung-itungan”. Pak Dhe tertawa sampai garis mukanya timbul.

Kerasnya kehidupan dunia menurut Pak Dhe hanyalah dagelan semata, beliau sudah menyelami manis pahitnya kehidupan sampai beliau berani mengatakan Tuhan kurang teliti dalam berhitung. Yang pasti itu bukan arti dalam sesungguhnya, itu hanya kiasan, bahwa pasti disediakan rejeki dalam menggapai karunia ilmu Nya. Lalu Pak dhe berpesan kepadaku dengan sedikit tersenyum dan memegang pundaku “Kalau di Jogja ojo cedak-cedak truk nek nyepeda, soale sopir ijeh akeh seng koyok Pak Dhe, ugal-ugalan nyupire”. Ruangan Musdalifah No. 1.14 riuh sesaat, melesat menertawakan kehidupan yang seperti dagelan ini.

Azwar, 17 Tahun.



Friday, June 9, 2017

Sudah Punya Anak Mas?


Apakah wajah bisa mewakili berapa tahun umur seseorang?. Adalah saat aku menemani ibuku yang terbaring dirumah sakit swasta dengan pelayanan bintang lima, kamar ibuku bersebelahan dengan pasien wanita tua sudah beruban. Kalau memang wajah bisa mewakili umur, maka aku taksir sekitar 50 tahunan. Beliau ditemani suaminya dan juga anak perempuannya juga cucunya.

Penunggu pasien nampaknya keluhannya sama yaitu “Jenuh Menunggu”, rasanya sama saat menunggu gebetan putus dari pacarnya. Suami pasien memilih membunuh rasa jenuh dengan bersantai menatap taman rumah sakit yang tertata rapi, aku duduk disebelahnya dan berfokus pada buku tanpa memedulikannya, ya ciri khas anak sekarang. Tiba-tiba beliau menyapa.

“Estrine jenengan sakit nopo?”
“Niki ibu kulo pak”, Aku gagap menanggapi Bahasa kramanya plus aku kebingungan

Belum aku tersadar dari kebingungan, anak perempuan si Bapak keluar dari kamar berbarengan juga dengan keponakanku yang baru menginjak kelas satu SD. Lalu..

“putrane jenengan kelas pinten mas?”

Aku hanya diam dan menatap buku “Creative Writing” dari AS Laksana. Pura-pura masuk ke kamar tanpa ekspresi, mukaku datar sedatar bumi datar. Lalu aku meceritakannya kepada ibuku dan beliau menanggapi enteng.

“Yowes rasido kuliah ae, tak modali ge ngrumati bojo” ranjang ibu bergoyang karena tertawa dengan sangat puas dan akhirnya tekanan darah ibu naik drastis. Dan yang menjadi pertanyaan, apakah wajah mewakili umur seseorang?.


Azwar, 17 Tahun

Ruang Tunggu


Setiap orang di dunia pasti mempunyai ruang tunggu, entah itu menunggu sesuatu yang pasti terjadi atau hanya bisa menunggu sambil berdoa. Ruang tunggu inilah akan menguji kebijaksaaan seorang hamba, digunakan untuk apa ruang tunggu itu.

Seperti halnya lulusan SMA yang memutuskan kuliah, dia punya ruang tunggu yang cukup panjang sebelum memasuki hari pertama bangku perkuliahan. Di ruang tunggu, ada keinginan menggebu-gebu untuk melakukan sesuatu, itulah kebanyakan menyebutnya passion. Pilihannya adalah kerja atau menjalankan passion atau kau membuat sendiri jalan dengan mejalankan passion menjadi pekerjaan.

Salah satu hal yang paling menyebalkan adalah “menunggu”, tapi tahukah engkau kawan, karya-karya besar peradaban lahir dari sebuah proses menunggu.  Penyair jalanan “Kahlil Gibran” telah membuktikannya, proses menunggunya akan cinta sejati telah menghasilkan tulisan-tulisan penggugah tatanan sastra yang baru. Ditulis dengan hati terluka atau hati yang sedang mencari tanpa adanya rekayasa penjualan. Maka kawan, membaca dan menulislah disetiap keadaan agar ruang tunggumu bisa dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan.


Dan terakhir, “Ya Allah aku sedang menunggu jodoh, tolong dipercepat ya Allah datangnya”

Azwar, 17 Tahun


Monday, May 29, 2017

Terlalu Meyibukan Diri


Di waktu muda ini kau selalu berkata “Kita harus saling memantaskan diri dulu”. Aku tahu bahwa orang tuamu menginginkan pendamping anaknya dengan spesifikasi tinggi, tapi tidakah kau sadar bahwa saat kau sibuk memantaskan diri, kau sudah tidak menjadi pribadi yang dulu aku kenal.

Tak ada yang lebih berat selain melakukan sesuatu secara paksa, tidak ada yang lebih melelahkan selain melakukan sesuatu yang tidak kita suka. Kalau benar kita saling mencinta, kriteria hanyalah bualan omong kosong. Kita tidak perlu kriteria sayang, kamu hanya perlu menerimaku dengan kekuranganku lalu kamu menutupinya dengan kebaikanmu.

Pegang janji yang pernah terucap dari mulutku, jika aku tidak berhasil menggapainya kamu punya dua pilihan. Pertama, kau meninggalkanku dengan alasan aku adalah pengingkar janji, kedua, kamu menemaniku dalam meggapai janji-janji. Tapi aku pikir ini bukan sebuah pilihan. Kamu pasti maunya aku menepati janji, lalu kita membuat janji bersama dan menggapainya bersama juga.

Aku tahu kamu inginkan kepastian dan masa depan yang jelas, namun ingatlah sayang, saat kau benar-benar sudah pada taraf pantas mungkin kita sudah tidak saling kenal. Karena kau sudah tidak menjadi dirimu dengan balutan mimpi-mimpi yang dulu kau pamerkan kepadaku. Kau menjadi orang lain demi sebuah materi penjamin masa depan. Ini bukan salahmu, tapi salahku yang pengangguran dan tidak memberimu kepastian.

Saturday, May 13, 2017

Ngeteh Bareng Nyai Ratu Kalinyamat


Sehabis nonton Pesta Baratan di Kalinyamatan Jepara, Jarwo kesengsem sama pemeran Nyai Ratu Kalinyamat. Dia bertekad untuk menemui Nyai Ratu untuk mengenalnya lebih dalam. Memang kecantikan pemeran Nyai Ratu bukan main. Alisnya simetris tepat, matanya memancarkan aura memikat, juga bibirnya yang tipis dibalut gincu merah muda yang membuat siapa saja muda lagi kalau memandangnya. Azwarlah yang menjadi korban kegilaan Jarwo dalam misinya bertemu pemeran Nyai Ratu.

Singkat cerita Jarwo dan Azwar mendapat kesempatan bertamu ke rumah pemeran Nyai Ratu. Akhirnya jarwo tahu siapa nama si cantik itu, Nailal Izza . Ternyata Mbak Izza ramah dan sama sekali tidak menunjukan kesombongannya. Jarwo yang sangat antusias bertemu Mbak Izza malah mati kutu didepan beliau. Segelas teh sudah Jarwo habiskan untuk menenangkan tubuhnya. Entah apa yang membuat Jarwo se grogi ini.

Jarwo akhirnya membuka mulut “Mbaknya ini kerja apa kuliah?”. Pertanyaan kelas bawah. Mbak Izza dengan senyum penuh kepastian “Saya mengajar di SLB Kalinyamat mas atau YCHI Autism Center, menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Meningitis, auis adalah makanan saya sehari-hari, kunci pekerjaan saya adalah kesabaran, masnya sendiri kuliah atau kerja?”. “Pengangguran mbak”.

Azwar, 17 Tahun


Wednesday, April 26, 2017

Ziarah Tapi nggak Jamaah


Demak sebutannya adalah kota Wali. Kota diseluruh Indonesia juga punya sebutan masing-masing, ada Jepara dengan Jepara Kota Ukir, Bogor Kota Hujan, Kudus Kota Kretek. Esensiya seluruh kota di dunia manapun punya kearifan lokal. Jarwo dan Azwar hari ini sedang melepas penat dengan refreshing ke Semarang. Kedua orang ini adalah backpacker gendeng yang hanya modal ngebet hits. Mereka percaya berwisata tidak harus lewat jalur wisata. Makanya dia memilih memasuki kota Demak sebelum bertolak ke Semarang. Menolak jalur pantura. Karena hakikat backpacker adalah belajar mengenai makna kehidupan yang sesungguhnya, ya dengan cara langsung berbaur dengan masyarakatnya. Wisata yang memakai jasa tour and travel hanya untuk orang pensiunan saja. Itulah pemikiran mereka. Kisah backpacker ada di tab “Backpacker”.

Jarwo dan Azwar menyempatkan beristirahat dan akan mendirikan sholat di Masjid Agung Demak. Disini tidak akan sepi peziarah, datang dari berbagai kota di Indonesia. Azwar yang sedang tidur pulas di Masjid tiba-tiba dikagetkan Jarwo.

“Sebenarnya apa esensi dari ziarah menurut kamu war”.Jarwo membisikan ke telinga Azwar yang masih pulas
Ngganggu wong turu si wo kue”.
“Piye menurutmu”
“Ziarah ya untuk mendoakan orang yang sudah meninggal agar di ampuni dosa-dosanya oleh sang Maha Pengampun”.
“Berarti sang pendoa pasti taqwanya melebihi orang kebanyakan, karena sudah mencapai taraf bermanfaat bagi orang lain”. Jarwo menyahuti
Mboh-mboh karepmu dewe”.
“Tapi kenapa mereka yang tarafnya sudah berani mendoakan Sang Waliyullah kok malah berfoto ria ketika adzan berkumandang. Apa mereka tuna rungu?”.
“Tidak semua yang Islam itu baik , juga tidak semua yang berziarah itu taraf taqwanya sudah melebihi kebanyakan orang. Dari rombongan mereka juga pasti ada orang-orang yang hanya anot. Mola melu ntok, penting iso jalan-jalan”.  
“Ziarah kok nggak Jamaah”.
“Lihatlah di Masjid Agung Demak ketika maghrib tiba. Ramainya melebihi alun-alun kota dan juga banyak yang hanya numpag toilet”.

Azwar melanjutkan tidurnya. Jarwo kembali mengamati sekitar dengan penuh pertanyaan. Namun tiba-tiba Jarwo kaget bukan main. “Lho war kita kan belum sholat Dzuhur, malah kue wes kepenak nek mu turu”. Azwar kaget berdiri dan mengambil air wudhu. Sebelum takbir di angkat, adzan ashar telah berkumandang. Jarwo dan Azwar memang sahabat yang gendeng. Ngritik tapi ragelem nglakoni

Azwar, 17 Tahun



Tuesday, April 25, 2017

Jarwo Mimpi Jadi Pengusaha


Jarwo hari ini nampak gelisah di teras rumahnya. Ditemani segelas kopi dan buku bacaan “Slilit Pak Kiai” dari Cak Nun. Mulailah dia merenungi nasibnya. Teman-temannya sedang sibuk mempersiapkan lamaran pekerjaan, Jarwo malah hanya duduk termenung gelisah. Bukanya dia malas, kalau boleh sedikit sombong, dia termenung untuk menentukan pilihan pekerjaan mana yang harus Jarwo ambil. Jarwo mendapat banyak tawaran pekerjaan karena skillnya bisa dibilang mumpuni.
Tapi dia punya komitmen dengan sahabatnya Azwar untuk menjadi seorang pengusaha. Karena menurut mereka pengusaha adalah kaum minoritas namun mengendalikan mayoritas. Pernah suatu ketika ia bedebat mengenai nasib pengusaha dengan Azwar.

“Jadilah pengusaha maka kamu mengurangi satu pengangguran di Indonesia” Azwar sok bijak.
“Bukanya di sini yang dianggap mapan adalah seorang pegawai. Apalagi pegawai negeri, ya pasti dapat istri yang semok” Jarwo menyahut.
“Maksut kamu piye wo, bojone pegawai negeri kok semok?
Sok nggobloki kue war, jual beli jabatan kan nggak harus menggunakan uang. Kalau bisa menjadi bisnis keluarga kan akan semakin mudah”.
“lha terus apa relasinya dengan istri semok?”.
“Manusia adalah tempat bersarangnya hawa nafsu, di hadiahi istri aduhai dan lihai di ranjang ya proyek pasti jalan”.
“Oh saya paham maksut kamu wo”.
“Tapi saya setuju denganmu untuk menjadi pengusaha, karena pegawai hanya bekerja untuk orang lain dan main aman. Namun seorang pengusaha harus menentukan nasibnya sendiri. harus gagah berdiri, ulet, kreatif, dan berani jatuh dalam kehidupan” Jarwo semangat sekali.
“Wo Jarwo, sopo ngomong pegawai bekerja untuk orang lain. Pak Pejabat itu pegawai, nyatanya dia bekerja untuk dirinya sendiri”. Azwar menambahi
Jancok kue war”.

Setelah menimbang-nimbang, Jarwo gagal menentukan pilihan. Dia teringat kata seniman Pak Didit endro yang rumahnya satu blok dengan sahabatnya Azwar. “Demokrasi kita saat ini adalah Dari Rakyat, Oleh Pemerintah, Untuk Pengusaha”. Jarwo berasumsi bahwa pengusaha juga makhluk bejat seng senengane nyogok pejabat gara-gara teringat kalimatnya Pak Didit.

Jarwo sampai mendirikan sholat istikharah demi memantapkan pilihan. Setelah memanjatkan doa dengan khusuknya, akhirnya jarwo mendapat ilham. Lebih baik demokrasi Dari Rakyat, Oleh Pemerintah, Untuk Pengusaha daripada Dari Rakyat, Oleh Pemerintah, Untuk Pejabat. Karena kalau diperuntukan untuk pengusaha maka akan membuka lapangan kerja untuk banyak orang. Bayangkan kalau untuk pejabat. Paling pol ya untuk antek-anteknya. Tapi Jarwo lebih memlih menganggur untuk saat ini demi menemani sahabatnya Azwar yang tak kujung menentukan nasib.

Azwar, 17 Tahun

Tuesday, April 18, 2017

Wawancara Gila



Pagi buta Azwar sudah disibukan dengan undangan wawancara masuk kuliah ke Semarang. Sebenarnya sih Azwar memang nggak niat-niat banget, eh dia malah lolos tahap satu. Kita tahu bersama bahwa Azwar adalah orang yang sembrono alias ngomong sak karepe udele. Bersama sahabatnya Jarwo dia menuju Semarang. Yang dia juluki sebagai kota rob.

Dengan motor bututnya dia harus berangkat sebelum adzan subuh berkumandang, karena kalau telat sedikit saja dia akan jadi pepes di sepanjang kawasan Sultan Agungn. Jika Jarwo dikondisi seperti  itu dia pasti sudah protes ngalor ngidol menyalahkan siapa saja yang berkaitan dengan pemegang kebijakan. Setelah menempuh perjalanan yang panjang akhirnya mereka berdua sampai di Universitas tujuan.

Sialnya Azwar harus mendapat nomor urut 186. Dan itu nomor terakhir. Jarwo yang tidak sabar menunggu Azwar akhirnya mengelilingi Univeritas yang katanya besarnya sama dengan kampung Jarwo. Naluriah Jarwo muncul saat ada segerombolan mahasiswi yang menamakan dirinya Islamic Modern Community. Dia memegangi juniornya agar tidak berdiri dan menyembul. Bisa malu dong Jarwo. Namun juniornya juga pengen  eksis dengan menyatakan “Saya tidak impoten”. Jarwo memang benar-benar sudah kualat. Nafsunya liar. Padahal para mahasiswi sudah mengenakan pakaian muslim yang tertutup rapat serapat-rapatnya sampai-sampai Jarwo tidak meihat celah antara kulit dan kain pakaian. Ya Jarwo memang sudah melihat karya Tuhan yang sungguh indah. Makanya juniornya menegang.

Menjelang adzan ashar akhirnya Azwar mendapat giliran wawancara. Pertanyaan pembuka khas wawancara berjalan lancar. Ceritakan latar belakangmu, bagaimana kondisi ekonomi keluarga, dan pertanyan wajib pewancara seleksi, kenapa kamu memilih kuliah disini?. Azwar menjawab dengan mudah karena ini hanyalah  pertanyaan untuk menguji kecakapan dalam berbicara. Ini sih makanan Azwar sehari-hari. Nampaknya juri wawancara sudah kelelahan. Dia bemalas-malasan dalam bertanya. Namun, bukanlah Azwar kalau belum kurang ajar.

“Apa hal yang paling sulit yang pernah kamu alami dalam hidup?” Juri bertanya dengan malas
“Saya lahir diantara orang-orang yang tidak jujur seperti peserta wawancara sebelum-sebelumnya saya yang terlihat sempurna, padahal asline podo wae”. Azwar juga menjawab dengan malas
“Dari segi apa ketidak jujuran mereka?”. Juri berdehem
“Dari segi mana saja Pak Dosen. Masa lalu mereka terlihat sempurna tanpa cacat apalagi mengalami proses kegagalan. Mereka seperti sudah memiliki semuanya dan tidak perlu lagi menempuh perkuliahan. Apakah itu yang dicari dari wawancara ini Pak Dosen?. Padahal disini adalah tempatnya orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan bukan pamer intelektual”.
“Hahahaa, kamu ini lho aneh. Ini kan wawancara masuk kuliah, ya harus mencari yang terbaik. Apalagi ini jalur khusus siswa berprestasi. Yang terbaiklah yang akan diterima, agar mereka berkontribusi untuk Univeritas dengan prestasinya”.
“lho ini jalur khusus siswa berprestasi toh. Kenapa saya diundang wawancara?. Saya kan ndak punya prestasi?”
“Saya kan tadi udah bilang, kalau ini jalur KHUSUS” Juri tersenyum sumringah.

Azwar dan Juri akhirnya keluar dari Auditorium menuju warung kopi di pasar murah belakang Uiversitas. Mereka jagong ngalor ngidol dan semakin akrab hanya karena satu kata “KHUSUS”. Setelah maghrib Azwar akhirnya bertolak ke Jepara. Namun dia lupa satu hal penting. Dia pulang tanpa sahabat karibnya. Jarwo. Kata Jarwo dia akan pulang besok pagi karena malam ini dia harus menginap di kos teman barunya yang menjadi anggota Islamic Modern Community.


Azwar, 17 Tahun
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net