Minggu pagi pukul 05.00 WIB
alarm hpku sudah mulai membangunkanku dengan nada kerasnya, tanda kehidupan
akhir pekan akan segera dimulai, bebas dari semua pelajaran yang membuat kepala
pening, melupakan sejenak kumpulan rumus matematika oleh Bu Rini juga menaruh
sebentar hapalan UUD 45 yang terus di tagih oleh Bu Citra. Aku percepat
langkahku untuk mengambil air wudhu untuk segera mendirikan sholat subuh karena
aku sudah ada janji dengan temanku Rama untuk jogging pagi keliling komplek. Setelah
salam kedua aku langsung sambung dengan doa-doa diberi kesehatan, rejeki,
Khusnul Khotimah, jodoh yang cantik sholeha dan semua doa dunia akhirat
lainnya. Nada bbm hpku sudah berbunyi beberapa kali dan aku sudah menebak pasti
ini Rama yang sudah otw. Tebaanku kali ini ternyata benar. Aku bergegas
merapikan sajadah, menata Kasur, bantal, guling selimut, dan juga buku-buku
yang berserakan sisa membaca semalam yang acak-acakannya melebihi kota Nagasaki
dan Hiroshima setelah dijatuhi Bom Atom.
Kontras suasana pagi ini
nampaknya sangat sempurna, bunga-bunga meneteskan embun-embun yang terlihat
bermalas-malasan untuk jatuh ke tanah, beberapa burung nampak asik bermain
kejar-kejaran sambil bernyanyi merdu dari ranting satu ke ranting yang lainnya,
terlihat juga beberapa orang tua yang
umurnya hampir menyentuh satu abad berjalan-jalan sambil bercengkerama dengan
manusia seumurannya tanpa aku tahu apa yang beliau-beliau gosipkan, mungkin
mereka sedang membahas bagaimana dulu mereka saat harus berjuang mati-matian
melawan Belanda hanya bermodalkan nasionalisme, semangat, juga keajaiban doa.
Entahlah. Aku terhentak oleh panggilan Rama yang tiba-tiba muncul dari belakangku
yang sudah aku tunggu di pinggir jalan komplek. Sebelum memulai jogging pagi
ini Aku dan Rama membuat komitmen untuk
memantapkan niat 100% hanya untuk berjogging ria dan dilarang foto-foto apalagi
ngintip paha cewek-cewek komplek yang sudah pasti rame kalau hari minggu
begini.
Sekitar 200 meter kami mulai
berlari dari arah berlawanan ternyata ada Satriya teman seperjuanganku saat di
table tenis club yang juga lari pagi. Tanpa pikir panjang aku dan Rama langsung
memelankan langkah untuk menyapanya dan mengajaknya memutar haluan. Satriya
dengan rendah hati akhirnya memutar haluannya untuk ikut lari pagi bersama-sama.
Sepanjang Jalanan yang sudah terlewat kami ngobrol ngalor-ngalor ngidol nggak
penting, mulai dari ngomongin gebetan masing-masing, bagaimana menghadapi guru
killer, sampai tukar menukar informasi situs video yang bisa bikin keringetan. I
hope you know my purpose dude. Sampailah kami di topik Lomba 17an yang diadakan
oleh papanya Rama nanti siang. Rama dan Yoyok adalah panitia pelaksana lomba
17an yang diadakan oleh Papanya Rama di Desa Srobyong yang hanya berjarak
beberapa meter dari komplek kami. Kali ini pembicaraan hanya milik mereka
berdua, membahas tentang persiapan, ngomongin keseruan dan juga merencanakan
strategi pelemparan plastik air untuk menghambat laju pemanjat pinang di acara
puncak nanti.
Aku tidak kehilangan ide
sama sekali, aku tiba-tiba nimbrung dan memotong pembicaraan asik mereka dengan
menawarkan diri sebagai photographer di acara lomba 17an itu. Mereka bertatapan
sebentar sambil berlari kecil sedangkan aku juga mengimbangi lari kecil di
belakang sambil menunggu jawaban mereka. Senyum lebar dari keduanya nampaknya akan
membawa angin segar pagi ini. Akirnya satriya angkat bicara “Kenapa kamu nggak
ikut jadi panitia aja..bantuin kita yang masih kurang banyak persiapan..toh
nanti kalo kamu jadi fotografer, kan nggak ada yang marahi…SELAIN PANITIA DAN
PESERTA DILARANG MASUKKK!!!!..”. Mulut ini tanpa ada perintah langsung ngomong
“iya” aja sambil senyum-senyum sendiri nggak jelas.
Setelah dianggap sebagai
panitia amatir aku langsung menyiapkan kamera serta aksesorisnya untuk menjadi
Photographer dan Journalis asal-asalan. Sesuai intruksi dari Mas Andik sebagai
ketua panitia, jam 07.00 WIB semua panitia harus kumpul di lap. Bola voli Desa
Srobyong untuk menyelesaikan semua persiapan serta mendirikan pinang yang
dipenuhi banyak hadiah. Pukul 07.30 WIB pendaftaran lomba-lomba khas 17an mulai
dibuka. Panitia menyediakan empat macam lomba untuk anak dan satu lomba inti
untuk orang dewasa yaitu panjat pinang
Teriak kegembiraan dari
anak-anak yang berlari menuju meja pendaftaran menambah ramai acara ini,
ibu-ibu yang sedari tadi terlihat menyapu halaman rumah sekarang sudah berdiri
disamping meja pendaftaran untuk mendaftarkan anak-anaknya. Kalian tahulah
bagaimana anak-anak kalau disuruh antri, pastilah mereka akan saling mengeyel
untuk segera dicatat namanya. Mas Andik nampaknya mulai geram dengan kelakuan anak-anak
yang tidak mau antri mengambil tindakan dengan membariskan semua calon peserta
lomba 17an. “SIAP GERAK..LENCANG DEPAN GERAK…TEGAK GERAK…ISTIRAHAT DITEMPAT
GERAK..”.Mas Andik sedikit berteriak. Bima sebagai salah satu panitia mulai membantu
Mas Andik dengan mendata peserta dari ujung depan sampai ujung belakang
barisan.
Empat macam lomba anak-anak
adalah :
1.
OLIMPIADE MAKAN KRUPUK .
2. OLIMPIADE
PUKUL AIR .
3. OLIMPIADE
NYANTOLIN TOPI.
4.
OLIMPIADE MENGISI AIR KE DALAM BOTOL.
Semua peserta akhirnya sudah
didata dan olimpiade 17an siap dibuka. Lagu Indonesia Raya mulai dikumandangkan
di tengah lapangan bola voli dengan iringan instrument yang syahdu. Jiwa
nasionalismeku mulai merasuk kedalam tubuh ini berbarengan dengan angin dingin
yang menusuk tulang. HIDUPLAH INDONESIAAAAA RAYYAAAAAA…….. Dengan berakhirnya
lirik terakhir lagu kebangsaan Indonesia maka acara ini resmi di bukaaaaa…..
Lomba pertama adalah
olimpiade makan krupuk yang diikuti anak-anak mulai umur 3 tahun sampai 10
tahun. Sekar nama salah satu peserta yang aku amati dari tadi karena tingkah
lucunya, ia menjulurkan lidahnya sampai mengait krupuknya, ia tahan sebentar
krupuknya dengan lidah dan bibirnya, lalu dibuka lebar mulutnya dan dengan
sangat cepat ia memakan hampir seperempat kerupuknya. Nice way girl. Dia terus
mengulang cara yang sama dan hanya butuh empat kali mengait krupuk dan membuka
lebar mulutnya ia berhasil menuntaskan permainan ini. Matahari nampak mulai
meninggi menambah panas persaingan di olimpiade makan krupuk ini. Setelah babak
penyisihan yang sangat ketat keluarlah tiga peserta terkuat untuk bertarung di
babak final. Mereka adalah Sekar, Ani dan Aziz. Sekar kali ini mendapat saingan
yang sama kuat tapi ia masih menjadi calon terkuat untuk keluar sebagai
pemenang. “PRIIIITTTTTTT……” Peluit telah dibunyikan, tiga anak-anak tangguh ini
beradu tekhnik dan kecepatan makan krupuk. Sekar yang menggunakan tekhnik menjepit
seperti di babak penyisihan nampaknya tersaingi dengan tekhnik baru dari Ani yang lebih efisien dan sedikit curang. Ani
yang berpostur paling tinggi itu menggunakan tekhnik menggoyang-goyang
kerupuknya agar lawan sulit mengait kerupuknya.
Ibu-ibu meneriaki Ani dengan
kata-kata yang penuh emosi. “curang, curang, curang, woy panitia curang itu
namanya” teriak salah ibu dari bangku penonton. Ani nampaknya sangat cuek,
karena ia tahu panitia membebaskan semua tekhnik kecuali memegangi kerupuk dan
tali pengaitnya. Aziz yang memiliki postur paling pendek dan tidak punya
tekhnik mumpuni nampaknya hanya akan menjadi kambing hitam di partai grand
final ini. Teriakan ibu-ibu rempong semakin memuncak setelah panitia
menyuruhnya mundur dari garis steril penonton. Bukannya amarah ibu-ibu mereda,
mereka tambah menjadi saat memaki-maki panitia yang menurutnya tidak becus
mengurusi lomba karena membiarkan adanya kecurangan. Aku yang di tugasi Mas
Andik untuk menenangkan para ibu-ibu ini malah ketawa sendiri melihat tingkah
mereka yang mengigatkanku pada ibuku dirumah. Cewek selalu benar, orang tua
nggak boleh dilawan. Lengkap sudah penderitaan sebagai panitia yang bertugas
menenangkan ibu-ibu yang sedang mengeluarkan cakra merahnya dan sebentar lagi
kyubi muncul dari dari dalam tubuhnya. Mas Andik akhirnya turun tangan untuk
menenangkan ibu-ibu rempong ini. Setelah beberapa saat nampaknya ketegangan
mulai mereda dan ibu-ibu kelihatan lelah sendiri. Aku kembali mengawasi lomba setelah
membantu Mas Andik menenangkan ibu-ibu rempong tadi, aku merasa hanya sebentar
saja meningalkan lomba, tapi ternyata tiga kerupuk itu sudah tinggal di
fininishing dan habis. Hanya perlu beberapa detik. Sekar dengan sangat lihai
menghabiskan krupuknya dan keluar sebagai pemenang disusul Ani yang hanya
terpaut beberap millisecond dari Sekar dan seperti yang aku duga Aziz menyudahi
permaianan ini di posisi tiga.
Lomba keduapun sudah aku
persiapkan dengan teman-temanku yaitu olimpiade pukul air. Kali ini aku
ditugasi benar-benar hanya sebagai photographer dan tidak boleh membantu yang
lain. Its so fun. Aku selama olimpiade pukul air berlangsung hanya menunggu
momen-momen terbaik untuk diabadikan di sebuah frame kamera. Lomba akhirnya
dimenangkan oleh Dito, tegar di runner up dan sela di posisi ke tiga.
Hari semakin siang dan
semakin panas. Para penonton nampaknya tidak sabar untuk menyaksikan acara
puncaknya yaitu panjat pinang. Dua lomba olimpiade selanjutnya berjalan dengan
cepat dan para pemenang sudah ditemukan. Kumandang Adzan terdengar sayu-sayu
dari Masjid Jami’ Baiturrohman, menandakan Tuhan memanggil kami untuk menghadap
ke pangkuannya. Istirahat siang ini aku harus manfaatkan dengan baik.
Pukul 13.00 acara puncak
segera dimulai, para penonton semakin banyak dan mendekat melingkari area
panjat pinang. Di acara puncak ini Pak Imam sendirilah yang akan membuka acara.
Dengan hitungan mundur mulai dari “3…2….1…mulai”. empat pemanjat yaitu Kang
Solekan, Kang Sidiq, Kang Supani, Kang Pri, tidak terburu-buru untuk menaiki
pinang, namapaknya mereka sedang menyusun rencanalicik untuk menyelesaikan
pinang siang itu. Aksi keempat hero itu dimulai. Sidiq yang badannya paling
gempal berotot berada di paling bawah, Kang Solekan mencoba menaiki Sidiq dan
ternyata dia melakukan tekhnik membersihkan olinya terlebih dulu. Smart guy. Kang
Supani segera menyusul dengan membawakan tanah yang sedari tadi ia keruk. Tanpa
di perintah, Kang Solekan langsung mengambil plastik yang didalamntya sudah tersedia
tanah untuk membersihkan oli pinang.
Satu jam berlalu begitu cepat
dan para pemanjat sudah berhsasil setengah jalan, itu artinya tim pelempar bola
air untuk segera bertugas menjatuhkan para pemanjat. Kang Solekan disini
menjadi tokoh utama karena semangat 45 dan pantang menyerah. Sudah setengah
jalan menuju puncak pinang, tiba-tiba bola air menghujam ke tubuh Kang Solekan
secara bertubi-tubi dan akhirnya menjatuhkannya. Sekeras apapun mereka mencoba
menaklukan sang pinang sekeras itu juga usaha sang pelempar bola air
menjatuhkan para pejuang pinang. 45 menit berlalu tanpa ada hasil dari sang
pemanjat, akhirnya Kang Supani sudah sangat lelah dan hampir menyerah, ide
cemerlang Kang Supani Akhirnya muncul, dia dan teman-temannya tidak memanjat
dulu, mereka membuat strategi untuk menangkap para pelempar bola air dan
melumurinya dengan lumpur ke mukanya. Saling kejar mengejar antara sang
pemanjat dan sang pelempar terjadi, sang pelempar yang takut kotor terus
berlari ke kebun untuk menghindari ganasnya sang pemanjat. Pelarian yang sangat
seru membuat penonton kegirangan seperti melihat adegan film aksi. Akhirnya
sang pelempar tertangkap semua dan mengibarkan bendera kuning perdamaian.
Pemanjatan pinang kembali
dilakukan, Kang Solekan lagi-lagi dengan penuh semangat membersihkan oli yang
yang tersisa di pinang, hanya butuh beberapa menit saja nampaknya permainan ini
akan selesai. Pelemparan Bola air nampaknya belum sepenuhnya berakhir, Faizin sang
pelempar menghianati perjanjian damai. Tiba-tiba ia dengan penuh emosi dan
sekuat tenaga melepar bola air dan BLAKKKK… tepat mengenai kepala Kang Solekan.
Kaki Kang Solekan bergetar hebat, nampaknya dia kelelahan dan segera terjatuh.
Benar saja, Kang Solekan sudah menyatakan meyerah dan akhirnya turun karena ia
sangat kelelahan di atas pinang. Kang Supani tambah geram ketika perjanjian
damai dilanggar Faizin sang pelempar, Kang Sidiq akhirnya ikut membantu Kang
Supani untuk menang Faizin. Tak butuh waktu lama akhirnya Faizin tertangkap dan
dihajar oleh Kang Supani. Wajah Faizin yang didekap Kang Supani menjadi sangat
kotor dan buruk rupa ditambah lagi bau badan Kang Supani akibat keringat
dicampur lumpur menambah lengkap penderitaan Faizin sebagai pelanggar
perdamaian.
Kang Pri yang dari tadi diam
tidak ikut memanjat dan mengejar ternyata adalah sebuah strategi untuk
menyimpan tenaga dan bertugas sebagai eksekutor terakhir pinang yang tingginya kurang
lebih 15 meteran ini. Oli yang tersisa sedikit di pucuk pinang, para pelempar
yang menyatakan damai adalah jalan tol bagi ke empat pemanjat. Kang Pri dengan
tenaga masih penuh mulai beraksi menaklukan pinang sialan katanya. Hanya butuh
10 menit dia berhasil mengakhiri perjuangan panjang teman-temannya. Mengibarkan
bendera merah putih dipucuk pinang dan berteriak MERDEKA….!!!!!!! Menandakan perjuangan
pajang telah selesai. Tepuk tangan penonton dari sekeliling area panjat pinang
terdengar riuh dan menggelora. Anak-anak mulai mendekat untuk menunggu lemparan
hadiah Kang Pri yang sedang sibuk memilih-milih hadiah di pucuk pinang. Sarimi
mulai dilempar disusul sebungkus kopi dan beberapa hadiah lainnya disambut
dengan teriakan kebahagiaan anak-anak yang saling berebut hadiah. Siang itu di
lapangan bola voli Desa Srobyong seperti ada demo besar-besaran.
Kala matahari menenggelamkan
dirinya dan petang mulai datang menjemput. Aku pulang dalam keadaan kusut dan
terlihat sangat buruk. Melihat-lihat
hasil foto-foto journalis yang aku dapatkan bisa jadi obat penawar
yang manis. Semoga dengan adanya lomba-lomba di kemapungku bisa membahagiakan
anak-anak sekitar dan menumbuhkan jiwa nasionalisme yang menurutku sudah mulai
luntur.
Azwar, 17 Tahun