Saat aku
menulis ini dirumahku adalah 2 Januari 2017 musim penghujan, entah di kampungmu
itu tanggal berapa dan sedang musim apa. Hari ini aku rencananya akan membuat
video untuk Youtube dan Instagram dengan berkolaborasi dengan salah satu anak
“ter-Hits” se Sekolah dialah Sintiya Firliani (@sintiyafirliani). Kenapa aku
harus collab sama dia?. Yaaa biar cepat hits lah.
Awal aku kenal sama si Sintiya ini ketika
aku mendapat tugas dari Osis untuk jadi komentator lomba sepakbola dalam rangka
HUT SMK. Ehhh ternyata Sintiya juga menjadi komentator tanpa sepengetahuanku. Tanpa
banyak bicara satu sama lain aku dan Sintiya langsung mengomentari pertandingan
sepakbolanya layaknya professional. “ohhh masih Robi membawa bola, melewati
satu du pemain dannnnn apaaa yang terjadi… ternyata bola masih bisa ditepis
kipper dan tidak jadi gooolll bung”. Celetuku ngawur. Bola yang tadi di tendang
Robi hanya menghasilkan tendangan penjuru. Tiba-tiba Sintiya mengagetkanku
dengan pertanyaan “Kak itu namanya tendangan apa?”. Aku Jawab dengan santai.
“Itu namanya tendangan Penalty” dan Sintiya langsung berteriak “yaaakkk
saudara-saudara sesaat lagi kita akan menyaksikan tendangan penalty dari pojok
gawang bungg”. Semua penonton kaget dan ikut tertawa. Tanpa Sintiya tahu kalau
baru saja ia menjadi Comedian.
Itu ketika pertama kali aku kenal si cewek
yang katanya hits ini, padahal menurutku biasa saja dan memang seharusnya tidak di lebih-lebihkan. Katanya lagi dia
hitsss karena kecantikannya dan prestasinya dan sekali lagi aku nggak peduli
yang penting dia terkenal di sekolah. Dan misiku berkenalan dengan dia sudah
selesai. Misi selanjutnya adalah mengajak dia untuk colab membuat Video absurd.
Mulailah akal bulusku untuk mendekati Sintiya, setiap ketemu di jalan aku
menyapanya dengan tampang paling manis sedunia, Ketika di kantin, ketika hendak
pulang, dan selebihnya Aku sapa dengan
cukup berlebihan. Sampai suatu ketika sebelum libur tengah semester kita
dipertemukan di Gazebo dengan sengaja. Ya memang sengaja dia tak panggil.
“kamu sibuk nggak pas liburan?”.
“nggak
memangnya kenapa kak?”
“yuk buat
Video lucu-lucuan”. Tampangku memelas
“Okeee-okeee
siap kak. Tapi kapan?”
“udahh nanti
tak hubungi, minta pin BBmu kalau gitu”. Berakal licik
“Nih kak”.
Sintiya menyodorkan Hpnya
Tibalah hari senin 2 januari 2017. The last holiday. Pukul 09.00 WIB di
Alun-alun Jepara. Perjanjian tanpa materai itu dibuat. Karena prinsip hidupku
“Disiplin adalah Pintu mencapai derajat selanjutnya dalam berkarya” aku jam 9
kurang seperempat sudah nongkrong di Alun-alun di temani teman seperjuanganku
Satriya.
“Kak aku
baru Mandi”. Bm dari Sintiya
“Santai aja
nggak apa-apa”.Dasar Cewek
Mungkin ini akan memakan banyak waktu
kalau nunggu cewek Mandi. Aku mengeluh. Lalu kenapa judulnya
“Jangan Pernah
Sedikitpun Mengeluh”?
Beginilah ceritanya.
Saat aku menunggu Sintiya Mandi mungkin
aku bisa keliling Asia menggunakan becak dan menonton 10 film terbaru dengan
masing-masing film durasinya 2 Jam. Lama betul dia. Untuk membuang bosan aku
mencoba membriefing Satriya tentang konsep yang akan kita eksekusi. Briefing sudah selesai dan seperti yang kalian
tebak Sintiya belum muncul juga. Waktu itu aku hanya membawa uang Rp. 16.000 saja.
Sungguh bokek kala itu. Tiba-tiba dari arah utara datang seorang ibu-ibu
kira-kira yaa sekitar 40 Tahunan lah. Dengan pakaian lusuh, kotor dan tanpa
alas kaki si Ibu ini mengahampiriku dan Satriya. “Nak maaf sebelumnya, boleh
saya minta uang Rp. 10000 saja untuk pulang ke Kudus?”. Sebelum aku menjawab
permintaannya Ibu ini meneruskan pembicaraan.
“saya ini sebenarnya bekerja di Mantingan
nak sebagai buruh meubel. Dan hari ini saya tidak dapat gaji dari pak Bos.
Saya kepengen pulang ke Kudus nak. Pengen
ketemu keluarga. Saya sudah berjalan jauh-jauh dari Mantingan ke sini untuk
cari uang buat pulang tapi belum dapat juga. nak tolong bantu ibu, saya doakan
nanti kalian menjadi orang-orang sukses dan berpendidikan tinggi juga berguna
bagi bangsa dan agama”.
Aku menyenggol Satriya dan dia menggeleng
itu berarti dia tidak bawa uang. Kebiasaan jelek Satriya. Huft. Demi melihat
ibu ini bisa pulang aku mulai merogoh kantongku yang hanya Rp. 16000, tanpa
pikir panjang aku langsung menyerahkan Rp.10000 ke Ibu tadi. Ucapan terimakasih
dan doa tak terhingga ibu itu ucapkan kepadaku dan Satriya sebelum ia pergi.
“Bagaimana kalau ibu itu penipu”. Satriya
nyeletuk sembarangan
"Bodoh amat. Yang
penting kita amal”.
Praktis uangku di kantong tinggal
Rp. 6000. Awal aku berangkat ke Alun-alun aku sudah sangat mengeluh karena
tidak punya uang. Sepanjang jalan aku mengutuk keadanku yang selalu tidak punya
uang. Tapi Tuhan benar-benar sayang ke semua makhluknya. Hari ini Tuhan
memperlihatkanku sisi kehidupan yang benar-benar menyentuh kalbu. Terlepas dari
ibu tadi penipu atau tidak, aku tidak peduli sama sekali. Sekarang aku
benar-benar malu karena aku sama buruknya dengan kaum serakah yang tak pandai
bersyukur atas pemberian Tuhan. Aku adalah koruptor yang sesungguhnya, selalu
menkorupsi Tuhan dengan nafsu duniawi. Padahal sejatinya hidup adalah beribadah
bukan berwemah-mewah. Sebelum punggung ibu tadi hilang untuk terakhir kalinya,
ibu tadi meninggalkan senyum bahagia dan terimaksih yang sangat tulus, membuat
hatiku teriris dan tercabik. Benar-benar kepuasan batin ketika kita bisa
membantu seseorang untuk bertemu keluarganya.
Aku menyumpahi diriku dengan umpatan kotor karena selalu meminta lebih
dan ingin berlebihan. Padahal di luar sana ada banyak keluarga yang berdoa
cukupkan aku untuk hari ini ya Tuhan. Semoga hidup ini menjadi lebih baik
kawan.
Oh yaaaa setelah satu setengah jam menunggu, akhirnya Sintiya datang
dengan mimik muka yang amat bergembira dan memecah suasana haru. Praktis
sintiya tidak tahu kejadian tadi. Dia memang selalu tidak pernah tahu. “kak
boleh aku cerita?”. Mimik muka Sintiya berubah menjadi terlihat banyak tekanan
batin . “iya ngomong aja?”. Dia mulai menceritakan kenapa dia terlambat “Kak
sebenarnya dikeluargaku itu….makanya aku telat datang kesini”.
Dan hari itu aku mendapat
pencerahan yang luar biasa akan rumitnya kehidupan. Dua pencerahan sekaligus
dari insan manusia yang benar-benar mengalaminya bahwa hidup itu Jangan Pernah
Sedikitpun Mengeluh. Kalau kita berpikir masalah kita sebesar gunung maka Tuhan
menyediakan satu cakrawala solusi untuk menyelesaikannya. Jangan pernah
mengeluh dengan semua permasalahan hidup, karena sesungguhnya hidup itu belajar
mengatasi masalah. Masalah kita berat itu karena kita jauh dari pencipta
masalah. Dekatilah pencipta masalah maka kamu di dekati pencipta solusi.
Proses pembuatan video akhirnya bisa berjalan lancar dan menyenangkan
karena pendewasaan yang dipaksakan dan videonya bisa dilihat di Instagram
@azwaraff dan Youtube Azwar Affrian. Seruput kopi anget. Sampai jumpa dan salam
Damai bos.
Azwar, 17 Tahun.