Idul Adha
1437 akhirnya tiba. Takbir berkumandang di setiap sudut-sudut Masjid ataupun
mushola. Umat islam di seluruh dunia bersorak sorai menyambut hari yang penuh
berkah ini. Tahun ini aku tidak bisa ikut jadi panitia kurban di Masjid ku
karena aku tidak ada waktu untuk mengikuti proses panitia. Pukul tujuh pagi
sekembalinya dari sholat Ied, ada suara yang memanggil-manggil namaku dari luar
rumah. Suara ini sangat tidak asing. Tebakaanku benar dia pasti Satriya.
Satriya datang dengan kabar baik. Itu
terlihat dari garis mukanya yang menunjukan kegembiraan. Benar saja, ternyata
ia diminta papanya Rama untuk membantu di acara penyembelihan empat ekor
kambing sebagai bentuk rasa syukur keluarganya Papanya Rama atau Pak Santosa. Pak
Santosa terkenal dermawan di kampungku, beliau sangat tidak eman-eman uangnya
kalau sudah berbicara masalah social.
Setibanya aku di rumah Pak Santosa tenyata
empat ekor kambing sudah tergeletak tak bernyawa. Dan sudah banyak orang-orang
tua yang berkerumun. Aku telat. Kang Solih sebagai Algojo memintaku untuk
membantu membersihkan bulu kambing yang kali ini agak bandel nempelnya. Sudah
dicoba beberapa kali di siram dengan air panas namun bulu itu masih menempel
kuat di kulit kambing. Jalan terakhir akhirnya di tempuh. Kang Solih menyuruhku
membeli Gamping di daerah Bangsri. Gamping jika terkena air akan bereaksi
menaikan suhu dengan sangat cepat dan itu cukup untuk merontokan bulu-bulu si
kambing. Aku bergegas berangkat menuju ke Bangsri sambil di temani Satriya.
Gamping yang aku bawa dari Bangsri ternyata
memang benar-benar bermanfaat. Sekali di taburkan dan disiram air panas maka
hancur sudah pertahanan bulu-bulu kambing. Cukup lima menit untuk satu ekor
kambing. Proses akhirnya masuk ke pengeluaran isi perut dan pemilihan daging
kambing. Proses ini dilakukan oleh orang-orang professional dalam bidangnya. Di
lanjutkan proses pemotongan dan penimbangan daging untuk dibagi ke warga
sekitar.
Hari itu aku belajar dari orang-orang tua bahwa
sesungguhnya berbagi akan meningkatkan hormone kebahagiaan. Orang tua disini
terlihat sangat ikhlas dan tulus untuk saling bahu membahu mengolah empat ekor
kambing untuk nantinya dibagikan ke warga sekitar. Aku nulis post ini tanpa
riset apapun dan ini benar-benar pengalaman pribadi semata. Aku hanya ingin
menyampaikan kepada kalian bahwa sesungguhnya hakikat berkurban adalah
bersyukur bukan untuk ajang pamer dan menyombongkan diri.
Aku sempat merasa malu karena terlalu
banyak istirahat dalam memotong daging. karena orang tua disampingku belum
istirahat sama sekali sejak aku ikut bergabung. Jadi aku paksakan diriku untuk
kembali ke medan pertempuran untuk memutilasi kambing-kambing gemuk ini. Setelah
beberap menit aku asyik memotong, punggungku nampaknya tidak bisa diajak
kompromi. “Arrrrgggg nyeriii”. Kembali aku manjakan badanku sambil meminum
kopi. Aku istirahat lagi.
Ketika aku kembali ke medan pertempuran untuk
memotong daging ternyata pisauku sudah tumpul dan gagal menembus daging kambing
yang alot. Dan tiba-tiba orang tua disampingku berkata “Jadi remaja seperti
kamu itu seharusnya bekerja keras dan mengerti bagaimana susahnya mencari uang,
seperti pisau yang baru saja tumpul itu, pastilah kamu akan mengasahnya dulu
sehingga bisa berguna dengan semestinya lagi. Sama halnya dengan kehidupan ini
nak, sebelum kamu melangkah lebih jauh siapkan bekalmu siapkan ilmumu dulu dan
setelah bekalmu siap maka hancurkan setiap halangan yang menjatuhkanmu untuk
kesuksesanmu. Aku terhentak diam mematung.
Dua pembelajaran
kehidupan hari itu aku telah dapatkan, pertama teruslah berbagi kebahagiaan ke
orang lain dan yang kedua adalah siapkan bekalmu sebelum ke medan pertempuran
karena itu memumudahkan jalanmu untuk gapai kesuksesan.
Azwar, 17 Tahun
0 komentar:
Post a Comment