“Dentuman
tongtek yang dilantunkan anak-anak kampung menyemarakan Takbir Keliling malam ini,
diimbangi dengan letusan kembang api yang mengagetkan juga meng-enakan
pandangan mata serta ALLAHUAKBAR yang terus berkumandang membuat relung hati
ini menjadi tersentuh dan bersyukur kita bisa berjumpa dengan malam kemenangan
1437 Hijriyah”
IRMAS (Ikatan Remaja Masjid) salah satu
organisasi yang bergerak dibidang agama dan social berisi sekumpulan remaja
yang masih peduli dengan rusaknya moral pemuda penerus bangsa ini, kegiatan
yang bermacam dan positif sedikit banyak mengurangi populasi pemabuk di desaku
yang terus menggeliat pertumbuhannya. Memasuki awal Ramadhan 1437 Hijriyah atau
2016 tepatnya Irmas tidak banyak melakukan kegiatan karena ada sedang ada
percecokan antar pengurus.
Tidak terasa kala itu Ramadhan
segera pergi menjauh dan meninggalkan kita untuk kembali satu tahun lagi, dan
tradisi di kampungku yang terletak di Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, desa
Srobyong tepatnya, entah asal-usul nama desa itu darimana aku juga nggak tahu
adalah TAKBIR KELILING atau aku menyebutnya mirip pawai dan ajang pamer
kreativitas antar remaja masjid dan mushola dalam membuat Karya unik seputar
idul fitri yang nantinya akan di arak keliling kampung. Dengan intrupsi dari Pembina
dan juga ketua Irmas kami segera seluruh anggota untuk memulai bergotong royong
membuat sesuatu yang akan dipamerkan di malam Pawai Takbir Keliling, demi
menjaga gengsi karena aku remaja masjid Jami’ harus benar-benar menjadi panutan
dari masjid dan mushola lain, namun semua ekspetaksiku yang nantinya akan
gotong royong dalam membuat miniature masjid sirna sudah setelah project
berjalan selama dua hari, hanya janji yang diberikan teman-temanku akan
membantu dan realitanya nol besar. Aku dan Muhaimin ketua Irmas segera memutar
rencana dan membatalkan project miniature masjid dengan alasan kekurangan
personil, waktu, dan juga dana tentunya.
Jadilah kami hanya membuat
gubuk kecil dan menaikan mimbar bekas untuk takbir keliling malam itu, sungguh
pemuda tanpa kreativitas yang tidak patut dicontoh. Pergilah kami rombongan
Masjid Jami’ Baiturrohman ke medan pertempuran dengan senjata seadanya. Sesampainya
di titik kumpul, seketika itu aku langsung merasa minder dan tidak pernah
berharap lagi jadi juara masjid atau mushola terkreatif, tertawa kecil dan
menundukan kepala juga bertanya dalam hati “Kenapa masjid dan mushola lain bisa
membuat karya miniature yang bagus dan unik pastilah pemudanya kompak dan
kreatif nggak kayak di masjidku”. Sambutan dari petinggi desa sebelum melepas
takbir keliling malam itu membuat hatiku sedikit tentram dan asa mulai tampak
lagi ketika beliau berucap “Bukan miniature masjid mana yang paling bagus tapi
gema takbir yang menggemalah tujuan dari diselenggarakannya acara ini”.
ALLAHUAKBAR, ALLAHUAKBAR,
ALLAHUAKBAR sepanjang jalan memutari desa hanya lantunan itu yang kudengar,
benar yang dikatakan pak petinggi sebelumnya menggemakan takbir adalah tujuan
utama acara ini, akhirnya aku bisa merasakan syahdunya gema takbir yang terus
menggema di relung hatiku yang rindu akan kebersamaan umat muslim seperti malam
ini.
Macet adalah masalah klasik
dalam takbir keliling dikampungku entah itu dari panitianya yang kurang
koordinasi atau dari peserta dan warga yang nggak tertib, setelah berkeling
kampung dengan gema takbir sepanjang jalan akhirnya Takbir Keliling finish di
Masjid Jami’ Baiturrohman Srobyong atau didaerah kekuasaanku. Penguman siapa
yang menjadi masjid mushola terkretaif segera dibacakan dan aku dan teman-teman
irmas menunggu pengumuman tanpa beban karena kami merasa kalah sebelum
bertanding. Juara harapan 3 sampai juara umum telah dibacakan namun tidak ada
satupun teriakan kemenangan dari sudut kami yang menunggu di pojok pelataran
masjid. Tidak ada rasa kecewa yang Nampak dari wajah-wajah kami karena kami
sadar proses tidak akan pernah menghianati hasil.
“Masjid Jami’ Baiturrohman ..perwakilan
silahkan maju kedepan untuk mengambil hadiah hiburan” hanya kalimat itu yang
terdengar dari sudut kehormatan, dengan gagah aku maju mengambil hadiah hiburan
bagai seorang yang juara pertama dengan sorakan penghinaan di belakangku, teman-teman
sudah berkumpul dan menanti apa yang ada didalam bungkus coklat yang kubawa ini.
Semuanya menghitung “1..2..3..bukaaa” tanpa pikir panjang dan banyak omong
tangan-tangan kecil dan kotor saling berebut mie instan yang ternayata itu
hadiah hiburan takbir keliling malam itu, tawa lebar dan saling berebut mie
instan dengan riang membuat hatiku tersayat karena selama ini aku hanya
mementingkan egoisku tanpa memikirkan kebahagiaan orang lain di sekelilingku. Malam
itu memberiku pelajaran bahwa kebahagian tidak harus dikota dengan gadget
canggih tapi hanya cukup kita ketawa tanpa rekayasa dengan orang disekitar
kita.
Azwar, 16 tahun
Pelajar Gagal
0 komentar:
Post a Comment